TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menganggap belum dibutuhkan tim gabungan pencari fakta untuk kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Menurutnya, penanganan kasus ini sudah cukup baik. "Kan sudah mengungkapkan inidikasi awal siapa pelakunya," kata Denny di kantornya, Rabu, 10 April 2013.
Walaupun pihak keluarga menginginkan adanya tim pencari fakta, Denny berpandangan memberi kesempatan kepada tim investigasi yang saat ini bekerja. "Mari beri kesempatan," kata dia. Tim itu adalah bentukan TNI Agkatan Darat.
Denny mengungkapkan, permintaan keluarga merupakan bagian kritik yang baik. Sangat wajar bila keluarga khawatir akan ada benturan kepentingan jika kasus pembunuhan terhadap empat tahanan ini ditangani TNI sepenuhnya. Mengingat pelakunya adalah anggota Komando Pasukan Khusus. "Itu satu argumen yang bisa saja dipaparkan," kata Denny.
Dia optimistis pengungkapan kasus penyerangan penjara Cebongan akan transparan. Pasalnya, sejumlah kalangan turut mengawasi termasuk pers dan lembaga swadaya masyarakat. Tragedi Cebongan berlangsung pada 23 Maret lalu. Sebanyak 11 anggota Kopassus dari Grup 2 Kandang Menjangan, Kartasura, dilaporkan oleh Tim Investigasi TNI AD sebagai pelaku pembantaian empat tahanan.
Mereka dihabisi dalam keadaan tak berdaya. Motif pembunuhan adalah balas dendam. Empat tahanan tak lain adalah tersangka kasus cekcok di Hugo's Cafe Sleman pada 19 Maret lalu. Peristiwa ini menewaskan anggota Kopassus Sersan Kepala Heru Santoso. Kasus ini memicu solidaritas anggota Kopassus untuk membalas kematian Santoso.
Keluarga dari salah satu korban penyerangan, Victor J. Mambaik, meminta tragedi Cebongan dibentuk tim gabungan pencari fakta. Tim ini diharapkan bekerja lebih terbuka dan profesional.
Victor menganggap penanganan kasus oleh internal TNI AD sulit menghasilkan temuan yang komprehensif. "Kasus ini luar biasa yang harus ditangani secara luar biasa juga."
TRI ARTINING PUTRI
Berita Terpopuler
Kronologi Penangkapan Penyidik Pajak Pargono