TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia merupakan pasar industri data center terbesar di Asia Tenggara. Sayangnya, pasokan data center komersial di Indonesia masih tertinggal jauh oleh Malaysia dan Singapura. Minimnya pasokan serta tingginya kebutuhan juga mengancam sistem operasional data center yang ada.
Adrian Yong, President dan Chief Executive Officer Complete Secure Facilities—salah satu operator data center baru asal Malaysia—mengatakan bahwa luas total data center komersial di Singapura mencapai 250 ribu meter persegi. Di Malaysia, luas data center mencapai 100 ribu meter persegi. Data center komersial ini disewakan kepada perusahaan yang hendak menaruh server dan menggunakan jaringan telekomunikasi.
Baca Juga:
Adapun luas total data center komersial di Indonesia hanya 30 ribu meter persegi. Angka ini lebih baik dibanding di Thailand dan Vietnam, yang memiliki luas total data center komersial 15 ribu meter persegi. Bandingkan dengan data center Apple di Cupertino, yang luasnya 50 ribu meter persegi. “Lebih besar daripada seluruh data center komersial secara nasional,” kata Adrian.
Bila ditambah dengan luas data center untuk sektor privat, yang dimiliki perusahaan seperti bank dan telekomunikasi serta digunakan secara internal, total luas data center Indonesia saat ini adalah 230 ribu meter persegi. Ini membutuhkan daya listrik sebesar 140 megawatt. Artinya, Indonesia memiliki kapasitas sekitar seperlima dari luas total data center di tingkat Asia Tenggara, yang mencapai 1,12 juta meter persegi.
Menurut hasil survei Datacenter Dynamics atas 170 perusahaan yang memiliki fasilitas ini pada Oktober lalu, mayoritas data center berada di wilayah Jakarta. Sebanyak 74 persen data center hanya dilengkapi kurang dari 50 rak dan 59 persen di antaranya memiliki luas kurang dari 250 meter persegi. Sedangkan sekitar 51 persen data center hanya menyedot daya listrik kurang dari 100 kilowatt.
Namun, pasar data center di Indonesia diperkirakan tumbuh lebih pesat seiring dengan perbaikan ekonomi lokal, nilai pendapatan domestik bruto yang meningkat, pertumbuhan populasi pasar, serta kesiapan industri dalam mengadopsi teknologi. Angka investasi data center hingga akhir tahun ini, misalnya, diperkirakan akan mencapai Rp 2 triliun. Industri finansial, informasi teknologi, telekomunikasi, dan media diperkirakan akan mengkonsumsi pasar data center hingga 70 persen.
Tumbuhnya pasar data center di Indonesia juga diikuti dengan meningkatnya kompleksitas masalah. Berdasarkan survei Datacenter Symantec pada 2012, kompleksitas tersebut mengerek biaya, mengurangi kelincahan, memperlambat waktu pencarian informasi, membuat migrasi berlangsung lebih lama, dan menyebabkan kesalahan penempatan data.
Menurut survei, biasanya organisasi mengalami gangguan pusat data rata-rata 16 kali dalam setahun terakhir. Gangguan tersebut menghasilkan biaya total US$ 5,1 juta (Rp 49 miliar). “Penyebab paling umum adalah kegagalan sistem,” ujar Raymond Goh, Regional Senior Director Systems Engineering & Alliances, ASR, Symantec Corp.
Hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah aplikasi bisnis, jumlah data, komputasi mobile, dan virtualisasi storage. Masalah lainnya yang bersifat cukup mendasar meliputi ketersediaan listrik yang stabil dan edukasi para manajer informasi teknologi, yang terkadang masih menganggap data center sebagai komputer yang tersusun dalam rak.
ERWIN ZACHRI