TEMPO Interaktif, Surabaya - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa, 17 Januari 2011, menjatuhkan hukuman penjara dua tahun penjara dan denda Rp 250 juta kepada bekas Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A Juanda Surabaya, Argandiono, Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni tiga tahun penjara.
Dalam amar putusannya ketua majelis hakim Heru Pramono menyatakan Argandiono terbukti bersalah karena menarik setoran uang dari para pengusaha ekspor impor. "Terdakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pemberantasan Korupsi, Pasal 64 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Pencucian Uang juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP," kata Heru menguraikan putusannya.
Menurut hakim, Argandiono menerima transfer sejumlah uang dari sedikitnya 11 pengusaha ekspor impor melalui dua nomor rekeningnya, yakni di Bank BCA Tunjungan Plasa Surabaya dan BCA Palembang. Pengucuran dana kepada Argandiono berlangsung sejak April 2004 sampai Oktober 2010. Nilai transfer yang diterima berkisar antara Rp 40-150 juta.
Transfer tersebut mengalir sejak Argandiono menjabat Kepala Bidang Pencegahan dan Penyidikan Kanwil III Bea dan Cukai Tipe B Palembang hingga Argandiono dipromosikan sebagai Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Juanda pada 2006.
Hakim menyebut ada uang Rp 11,3 miliar di dua rekening Argandiono. Sebanyak Rp 1,7 miliar di antaranya disita oleh Kejaksaan Agung sebagai barang bukti. Oleh terdakwa uang tersebut dibelikan satu unit rumah di Sidoarjo seharga Rp 790 juta, satu unit mobil Nisan, Toyota Vios, dan KIA Carens masing-masing seharga Rp 177 juta.
Hakim menilai pemberian setoran oleh para pengusaha ekspor impor itu berkaitan dengan jabatan terdakwa dan memiliki pamrih agar usahanya dipermudah. "Selaku pegawai negeri, terdakwa tidak melaporkan kekayaanya ke Komisi Pemberantasan Korupsi, tapi justru dinikmati sendiri," ucap Heru.
Usai sidang Argandiono yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur II Malang enggan berkomentar. Penasihat hukumnya, Triawan Kustia, menilai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis tidak cermat. Sebab uang yang ada di dua rekening kliennya telah tercampur antara miliknya sendiri dan milik istrinya. "Mengapa tidak dipilah-pilah," tuturnya
Triawan tak menampik bahwa Argandiono menerima transfer dari sejumlah pengusaha. Namun, menurutnya, uang tersebut dipergunakan untuk operasional kantor. Alasannya, selama ini biaya operasional kantor hanya Rp 3,5 juta per tahun, sehingga tidak cukup. Karena itu Argandiono tidak perlu melapor ke KPK. ”Selain bukan uangnya sendiri, juga sudah ada pertanggungjawabannya," kata Triawan.
KUKUH S WIBOWO