TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Eksekutif Econit Hendri Saparini mengatakan, pemerintah harus fokus menentukan sektor mana yang akan diutamakan untuk menarik investor. Karena selama ini, pemerintah dinilai tidak memiliki strategi industri sehingga tidak mampu membangun strategi pendukungnya.
“Karena pemerintah tidak jelas mau mengembangkan sektor mana untuk mendorong investasi jadi pendukungnya juga tidak ada seperti infrastruktur dan transportasi yang menurun,” kata Hendri ketika dihubungi Tempo, Kamis 20 Oktober 2011.
Bank Dunia dan International Finance Corporation menurunkan peringkat kemudahan berinvestasi di Indonesia. Dalam laporan terbaru berjudul “"Doing Business in a More Transparent World 2012" itu peringkat Indonesia melorot tiga level ke 129 pada 2012. Survei dilakukan terhadap 183 negara.
Hendri kembali menjelaskan, sebenarnya Indonesia memiliki banyak potensi untuk mendatangkan investor. Indonesia dinilai masih menarik bagi investor untuk berinvestasi di beberapa sektor seperti sektor energi, minyak dan gas bumi, juga di sektor Sumber Daya Alam.
Menurunnya peringkat kemudahan berinvestasi di Indonesia terkait pasokan listrik, kata Hendri, memang berpengaruh pada sektor manufaktur. “Karena sektor ini listrik adalah yang utama karena membutuhkan pasokan listrik besar. Kalau dikatakan di Indonesia listrik sulit dan mahal itu memang benar,” ungkapnya.
Soal listrik, Hendri menilai Indonesia perlu mengambil contoh dari Cina. Negara Tirai Bambu itu memfokuskan pembangunannya di sektor manufaktur, sehingga listrik menjadi kebutuhan utama. Karena itulah, program utama Cina adalah mengaliri seluruh wilayahnya dengan listrik agar bisa diakses oleh pabrik manufaktur. “Sehingga dengan sendirinya investor masuk,” ujarnya.
Ada empat kelebihan Cina dibanding Indonesia dari sektor manufaktur. Pertama yaitu biaya energi lebih murah, kedua adalah biaya input karena di Cina banyak dibangun industri pendukungnya. Ketiga adalah biaya transportasi yang lebih murah, dan terakhir biaya tenaga kerja. “Di Cina buruh tidak minta UMR tinggi karena beban hidup disana juga rendah,” katanya.
Indonesia, lanjutnya, masih berpotensi dan menarik bagi investor di beberapa sektor seperti migas, tambang, perikanan dan kelautan, serta infrastruktur. Karena itulah, menurut Hendri, pemerintah harus segera melakukan pembenahan agar tidak tertinggal dari negara tetangga.
“Indonesia harus bisa mengejar ketertinggalan dari negara lain. Tapi perlu ada comprehensive policy agar investasi makin menarik,” ujarnya.
ROSALINA