TEMPO Interaktif, Jakarta - Markas Besar Kepolisian (Mabes Polri) mengakui ada kesalahan administrasi dalam surat perintah dimulainya penyidikan laporan sengketa pemilihan umum kepala daerah di Halmahera Barat yang dikirim penyidik ke Kejaksaan Agung. Menurut juru bicara Mabes Polri Brigadir Jenderal Ketut Yoga Ana, kesalahan itu ada pada penulisan perihal surat.
"Ada kesalahan tulis pada perihal surat yang tidak sesuai substansi masalah," kata Yoga saat ditemui di kantornya, Rabu, 12 Oktober 2011.
Format surat ditulis bahwa perihal surat adalah SPDP tersangka dengan nama Muhammad Hafiz Anshary. Padahal, dalam isi surat, status ketua Komisi Pemilihan Umum tersebut masih sebagai terlapor. Kasus itu, kata dia, kini masih pada proses penyelidikan, belum masuk pada penyidikan.
"Seharusnya isi perihal disesuaikan dengan substansi masalahnya, yakni SPDP dengan terlapor Hafiz Anshary," kata dia.
Sebelumnya, Hafiz dilaporkan Abdul Syukur Mandar, calon legislator asal Halmahera Barat, Maluku Utara pada 4 Juli 2011. Ia mempersoalkan penetapan suara yang ia peroleh dalam pemilihan umum legislatif. Syukur menilai, penetapan suara versi KPU tidak didasarkan pada penetapan suara KPU Daerah setempat yang menyebabkan dia tidak lolos.
Laporan tersebut lantas ditindak lanjuti polisi. Pada 15 Agustus 2011, polisi membuat SPDP dengan Nomor B/81-DP/VII/2011/Dit. Pidum yang dikirim ke kejaksaan. Landasannya jelas, yakni Pasal 34 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Nomor 12 Tahun 2004. Berdasar beleid itu, penyidik wajib membuat SPDP untuk memulai tindakan penyidikan maupun penyelidikan. Alasannya, kegiatan pemanggilan saksi itu menyangkut pembatasan hak seseorang.
Dalam SPDP, penyidik tidak harus mencantumkan status tersangka terhadap seseorang. Sesuai KUHAP, Yoga menjelaskan, dalam penyelidikan suatu kasus pidana, polisi harus melakukan koordinasi dengan kejaksaan. Penyelidikan, lanjutnya, dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti untuk menemukan peran tersangka seseorang.
Dalam penyelidikan, delik harus dibuat terang lebih dulu. Bukti-bukti harus jelas mengarah kepada siapa dan perannya apa." Jadi, SPDP tidak mutlak untuk tersangka," kata dia. Ia melanjutkan,"Penyidik kurang cermat ketika membuat SPDP karena formatnya tidak diubah."
Sebelumnya, akibat kesalahan tersebut, sejumlah media ramai memberitakan jika Hafiz menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Sumbernya adalah kejaksaan yang juga kurang cermat menyebut bahwa ketua KPU Pusat telah ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, substansi masalah SPDP, status Hafiz masih terlapor.
MUHAMMAD TAUFIK