TEMPO Interaktif, Jakarta - Lembaga pegiat antikorupsi, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), kecewa dengan kinerja Komisi Kejaksaan dalam mengusut dugaan pelanggaran etik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Andhi Nirwanto. Lembaga ini menilai Komisi Kejaksaan tak memenuhi harapan masyarakat.
"Masak menelusuri kasus hanya meminta informasi dari Kapuspenkum (juru bicara Kejaksaan Agung Noor Rachmad)?" ucap Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, ketika dihubungi, Kamis 6 Oktober 2011.
Boyamin menganggap lembaga pengawas eksternal kejaksaan itu tidak bekerja secara efektif. Ia pun pesimistis kehadiran lembaga ini tak mampu memperbaiki citra jaksa yang telanjur buruk. "Harusnya kasus ini ditelusuri langsung ke Jampidsus," ujar dia.
MAKI melaporkan dugaan pelanggaran etik Jaksa Andhi ke Komisi Kejaksaan pada Agustus lalu. Ia menduga Andhi "bermain", sehingga penanganan kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Eletronik (e-KTP) dan Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) mandek.
Komisi Kejaksaan menyatakan tak menemukan pelanggaran etik yang diduga dilakukan Andhi. Sebab pengusutan kasus e-KTP masih berjalan di kejaksaan. Adapun untuk kasus Sisminbakum masih dalam pengkajian jaksa karena salah seorang tersangkanya, Yusril Ihza Mahendra, menggugat penanganan kasus tersebut. Komisi Jaksa mengaku mendapat informasi itu dari juru bicara Kejaksaan Agung Noor Rachmad.
Karena itu, Boyamin berniat mengadukan Komisi Kejaksaan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Ia akan meminta lembaga legislatif mengevaluasi keberadaan komisi tersebut. "Ini adalah komisi yang seharusnya bisa menampung dan menelusuri aduan masyarakat," ucap dia.
Meski kecewa, Boyamin tak patah arang. Ia kembali akan memprapedilankan penanganan kasus Sisminbakum ke pengadilan. "Pekan depan saya daftarkan gugatan." MAKI sebelumnya telah mempraperadilankan kasus Sisminbakum, tapi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan tersebut.
Adapun dalam kasus e-KTP, ia berharap KPK turun tangan. Ia pesimistis Kejaksaan Agung mampu menuntaskan pengusutan kasus tersebut. "Institusi hukum ini juga tidak bisa diharapkan."
TRI SUHARMAN