TEMPO Interaktif, Jakarta - Berkas tersangka kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) Zainal Arifin Hoesein oleh tim penyidik Kejaksaan Agung dinyatakan belum lengkap (P18) dan dikembalikan ke Penyidik Markas Besar Kepolisian RI.
“Berkas Zainal dikembalikan kepada penyidik Polri dengan surat P 18 pada tanggal 20 sept 2011 lalu,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Noor Rachmad, kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Selasa 27 September 2011.
Selanjutnya Jaksa bagian Keamanan Negara dan Ketertiban Umum, kata Noor, akan mengirim formulir P19 berisi petunjuk yang harus dipenuhi oleh penyidik Mabes Polri dalam satu atau dua hari ini. Menurut Noor, masih ada kekurangan terkait materiil dan formil yang harus dilengkapi penyidik. “Saya tidak bisa menjelaskan detailnya,” katanya.
Mantan Panitera MK itu dijadikan tersangka dengan dugaan telah mengonsep, membuat dan menerbitkan surat palsu MK. Dia dijerat dengan pasal 263 KUHP (tentang pemalsuan surat) atau pasal 266 KUHP (tentang keterangan palsu) dan atau pasal 421 KHUP (tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat).
Sedangkan untuk berkas tersangka lain, Masyhuri Hasan, sudah dinyatakan lengkap atau P21. Dan berkasnya sudah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Agustus 2011 lalu.
"Berkas Masyhuri Hasan sudah dalam tahap finalisasi penyusunan surat dakwaan di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat," kata Noor.
Mantan juru panggil MK ini dijerat pasal 263 KUHP karena diduga memalsukan surat. Selain itu, dia juga diduga memberikan tandatangan palsu dan nomor surat palsu pada surat 112 dan 113 tertanggal 14 Agustus. Padahal surat itu dikeluarkan tanpa sepengetahuan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein.
Sejumlah nama yang diduga terlibat dalam kasus ini, seperti mantan anggota Komisi Pemilihan Umum Andi Nurpati, calon anggota DPR dari Partai Hanura Dewie Yasin Limpo, mantan Hakim MK, Arsyad Sanusi, putri Arsyad, Neshawati masih belum tersentuh hukum. Polisi belum menetapkan mereka sebagai tersangka.
RINA WIDIASTUTI