TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat Politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menilai Partai Demokrat perlu menggelar Kongres Luar Biasa untuk memperbaiki kondisi dan citra partai. Menurutnya, Partai Demokrat hanya hanya memiliki waktu 3 tahun untuk memperbaiki partai. Hal ini dipicu setelah kasus suap Wisma Atlet Sea Games XXVI di Jakabaring, Palembang, yang melibatkan Muhammad Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, melebarkan tudingan ke kader partai lainnya.
"Semua kader yang diduga terlibat harus dihadirkan dan diproses di sidang kode etik," kata Arbi ketika dihubungi, Ahad, 10 Juli 2011.
Sebelumnya, mencuat pesan pendek dari Wakil Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie yang meminta kepada Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono agar segera mengambil tindakan untuk menyelamatkan Demokrat. Arbi menilai hal itu sebagai bentuk keprihatinan walaupun ada nuansa persaingan elite Partai Demokrat. Meski demikian, Arbi mengatakan pembenahan itu perlu dilakukan dengan penyelesaian sidang etik dan penataan ulang kepengurusan melalui Kongres Luar Biasa.
Menurutnya, kader yang disebut-sebut Nazaruddin terlibat dalam sejumlah kasus itu memang harus segera diproses. Meskipun secara hukum belum terbukti, secara etik seharusnya bisa diproses. "Meski dugaan dan tudingan, tapi sekian persennya ada alasan, itu bisa digunakan memproses mereka," kata Arbi. "Yang dinilai bersalah secara etik, harus dipecat dari partai."
Arbi mengungkapkan langkah ini sebagai upaya mencegah hancurnya popularitas Partai Demokrat yang kini terus merosot. Publik akan menilai partai ini tidak memiliki komitmen pada partai yang bersih. Jika hal ini tidak dilakukan, maka akan memberikan peluang besar bagi Partai Golkar untuk melejit popularitasnya. Bukan karena kinerjanya baik, tapi karena ketidakpercayaan publik kepada partai lainnya.
Arbi mengingatkan agar Partai Demokrat berhati-hati melakukan rekrutmen kader. Selama ini, partai kendaraan SBY itu hanya 'asal comot' kader instan dari partai lain. Menurutnya, kader 'kutu loncat' itu justru akan menggerogoti partai karena dari tempat asalnya orang tersebut tentu kader yang gagal, membawa dosa lama, dan pasti memiliki kepentingan.
"Harus mulai membangun dari kader intelektual, profesional, dan NGO untuk menjamin kualitas kader," kata Arbi.
EKO ARI WIBOWO