TEMPO Interaktif, Jakarta - Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) mendesak pemerintah segera menindak radio ilegal. Soalnya, radio tak sah itu bukan saja tak membayar pajak, tetapi juga tak terkontrol isi siarannya.
"Siapa yang kontrol konten pemberitaannya? Misalnya provokasi, atau mengenai NII (Negara Islam Indonesia), pusing kan," kata Ketua Umum Pengurus Pusat PRSSNI, Rohmad Hadiwijoyo seusai bertemu Wakil Presiden Boediono di Kantor Wakil Presiden, Senin, 4 Juli 2011.
PRSSNI, kata Rohmad, telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komisi Penyiaran Indonesia, serta Kepolisian untuk menindaklanjuti radio haram tersebut.
Menurutnya, jumlah radio ilegal itu sekitar 30 persen dari keseluruhan jumlah radio siaran di seluruh Indonesia. Sejauh ini, memang belum ada kasus radio ilegal yang meresahkan masyarakat. "Cuma, kalau nggak disuarakan sejak (jumlahnya masih) kecil, nanti pas besar yang disalahkan Ketua Umum PRSSNI," ucapnya.
Ia menambahkan, radio ilegal juga tak membayar pajak, namun menikmati uang dari iklan. Hal tersebut dinilainya tak adil bagi radio legal yang harus bersusah payah mengurus ijin terlebih dulu, lantas harus menyetor pajak pula kepada negara.
Apalagi, bisnis radio Indonesia kini tak terlalu cerah. Pertumbuhan ekonomi radio, kata Rohmad, hanya sekitar 1,7 persen per tahun. Jauh di bawah Amerika Serikat yang 6 persen, dan Filipina yang 7 persen. "Diperlukan inovasi."
supaya penyiaran bisa berkolaborasi, menghidupi dirinya sendiri maupun bermanfaat bagi masyarakat luas," tuturnya.
BUNGA MANGGIASIH