Sidang digelar sekitar pukul 15.00 WITA di gedung Pengadilan Negeri Tenggarong yang dihadiri kedua terdakwa. Ketua majelis hakim Agus Nazaruddinsyah didampingi Teguh Harissa dan Hazmy sebagai anggota.
"Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan adanya perbuatan pidana sebagaimana dakwaan primer dan subsider," kata Agus Nazaruddinsyah saat membacakan putusan majelis hakim, Kamis (14/4).
Selain itu, putusan majelis hakim terhadap kedua pejabat perusahaan plywood itu adalah membebaskan terdakwa dari dakwaan primer dan subsider. Majelis juga meminta agar kedua terdakwa dipulihkan nama baiknya.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, kedua terdakwa dituntut karena melanggar Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Jaksa menuntut kesatu primer barang siapa dengan sengaja menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah yang dilakukan badan usaha tuntutan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Sedangkan tuntutan subsider kesatu, barang siapa dengan sengaja percobaan menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah yang dilakukan badan usaha tuntutan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Tuntutan ini berdasarkan putusan majelis hakim menyatakan tidak terbukti.
Atas putusan majelis hakim, Jaksa penuntut umum yang juga Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, Suroto, menyatakan pikir-pikir. Kepada wartawan, Suroto menyatakan tidak memutuskan untuk menerima atau kasasi atas bebasnya kedua terdakwa itu. Ia beralasan untuk memutuskannya perlu ada telaah mengenai putusan hakim.
"Kami harus menelaah salinan putusan hakim secara utuh dulu setelah nanti menerimanya. Setelah itu baru kami bisa ambil sikap," kata Suroto kepada wartawan usai sidang.
Sementara itu, Efendi Mangunsung, penasihat hukum yang mendampingi terdakwa, menyatakan puas dengan putusan majelis hakim yang membebaskan keduanya. Menurutnya, putusan hakim benar karena keduanya atau atas nama perusahaan bukan sebagai pemilik kayu. "Intinya perusahaan bukan atau belum sebagai pemilik," kata Efendi.
Ia menjelaskan dari fakta persidangan terungkap bahwa kayu yang ada di log pound PT Sumalindo Lestari Jaya, Tbk di Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara adalah milik Soni. Soni di persidangan terpisah telah dijatuhi hukuman sembilan bulan penjara.
Dalam dakwaan jaksa, PT Sumalindo didakwa telah menaikkan kayu bulat sebanyak 50 batang. Tapi hal itu ditepis karena bukan milik Sumalindo. Jumlah keseluruhan kayu yang didakwa bermasalah sebanyak 3.633 batang atau 1.041 meter kubik. Hasil pemeriksaan penyidik ditemukan jenis kayu rimba campuran yang tidak disertai izin sahnya pemanfaatan kayu. Seluruh kayu yang sandar di log pound Sumalinda hanya bermodal SKAU (surat keterangan asal usul
Efendi menyatakan, kepemilikan kayu oleh perusahaan melalui beberapa tahapan. Mulai dari penandatanganan surat jual beli, mendatangkan kayu, pemeriksaan oleh petugas Dinas Kehutanan.
"Tapi yang terjadi belum sampai ke transaksi pembelian, jangan itu, pemeriksaan oleh P3KB saja belum, bagaimana dibilang itu milik perusahaan," ujarnya.
Kasus ini menjadi sorotan karena Presiden Komisaris PT Sumalindo Lestari Jaya adalah kakak tertua Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wijiasih Cahyasasi.
FIRMAN HIDAYAT